TRENGGALEK – Di atas lantai ubin Masjid Darussalam, Desa Masaran, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, Kamso (94) dibaringkan.
Setelah dimandikan lazimnya jasad yang sudah terpisahkan dari nyawa, tubuh Kamso dibungkus kain mori berwarna putih. Kecuali menyisakan bagian wajah yang tetap terbuka, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, semuanya tertutup rapat. Tepat pada atas kepala, sebuah tali melilitnya. Itulah tali pocong.
Oleh Kiai Hasan Bisri, pengasuh Pondok Pesantren Jatiprahu Kecamatan, Karangan, Kamso pagi tadi disumpah pocong. Secara Islam sesuai dengan keyakinan Kamso, kakek tua renta ini dipastikan tidak memiliki sangkut paut dengan dengan peristiwa kematian mendadak sejumlah kambing dan sapi milik warga.
Dia tidak mencabut nyawa ternak berkaki empat itu dengan ilmu santet. Ritual langka ini disaksikan ratusan warga setempat..
Selain Kamso, Laminem (87 istri Kamso), dua orang anaknya, yakni Sukirno (57), Jasri (55), serta dua orang cucunya, yakni Lamudji (27) dan Jarwo (24) juga dipaksa menjalani ritual yang sama (sumpah pocong). Sekitar satu jam lamanya, satu keluarga ini berada dalam kondisi seperti mayat hidup. Hanya mulut yang boleh bicara menirukan setiap lafal mantera yang dikemukakan Kiai Bisri.
Tampak sejumlah petugas kepolisian dan TNI ikut terlibat dalam melakukan pengamanan aksi sumpah pocong ini. Mereka berjagga-jaga di sekitar lokasi, karena tidak ingin aksi pembuktian terbalik ini akan berakhir dengan kericuhan. Sebab sebelumnya, warga yang marah memaksa Kamso dan keluarganya angkat kaki dari desa. Warga mencurigai Kamso memiliki ilmu santet.
Dan dengan ilmu hitamnya tersebut Kamso dituduh membinasakan kambing dan sapi milik warga. Kalau memang Pak Kamso ini berbohong, ia dan keluarganya akan menerima balak (malapetaka) dari sumpah pocong ini. “Artinya Pak Kamso memang sebagai penyantet hewan milik warga tutur Subakir,” perangkat Desa Masaran kepada wartawan.
Sumpah pocong ini merupakan keinginan warga lingkungan Dusun Gembes, tempat Kamso bertempat tinggal. Tidak ada angin dan hujan, sejumlah ekor kambing dan sapi warga Dusun Gembes mendadak mati. “Tidak sakit tiba-tiba mati. Kematian yang terjadi sampai sepuluh ekor ternak,” terang Subakir.
Sebagai tradisi yang masih kental di masyarakat Desa Masaran, sumpah pocong menjadi satu-satunya alat pembuktian seseorang bersih atau tidak dari tuduhan sosial. Menurut keterangan Sekertaris Desa Masaran, Slamet Hadinoto, sebagai solusi, sumpah pocong lebih manusiawi. Sebab beberapa kasus serupa (santet), orang yang diduga sebagai dukun santet langsung dihakimi secara massal.
“Bahkan ada yang sampai meninggal dunia,” terangnya. Puncak kekesalan yang bercampur baur dengan kecurigaan masyarakat ini akan sirna dengan sendirinya, jika Kamso dan keluarganya tidak tertimpa balak dari buah perbuatanya. “Kita lihat saja nanti,” pungkasnya.
Menanggapi hal ini Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Saiful Rohman mengatakan, dalam hal ini petugas kepolisian hanya melakukan pengamanan. Polisi tidak berharap, ritual yang memancing perhatian ini bisa menimbulkan kericuhan.
“Karena sumpah pocong ini berasal dari permasalahan. Karenanya kita menjaga agar jangan sampai permasalahan ini semakin panas,” ujarnya.
(Solichan Arif/Koran SI/teb)
sumber : okezone.com